Minggu, 08 Oktober 2017




MEMAHAMI AYAT-AYAT DAN HADITS TENTANG KESEHATAN JASMANI DAN ROHANI

Berikut tafsir hadist tentang Pentingnya menjaga kesehatan jasmani dan rohani baigi seorang muslim sejati,

  1. A.    Pendahuluan
Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan.
Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang pentingnya kesehatan dalam pandangan Islam, yaitu:
  1. Kesehatan yang terambil dari kata sehat;
  2. Afiat.
Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “afiat” dipersamakan dengan kata “sehat”. Afiat diartikan sehat dan kuat, sedangkan sehat sendiri antara lain diartikan sebagai keadaan segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit).
Tentu pengertian kebahasaan ini berbeda dengan pengertian dalam tinjauan ilmu kesehatan, yang memperkenalkan istilah-istilah kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan masyarakat.
Istilah sehat dan afiat masing-masing digunakan untuk makna yang berbeda , kendati diakui tidak jarang hanya disebut salah satunya, karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang dikandung oleh kata yang tidak disebut.
Dalam literatur keagamaan, bahkan dalam hadits-hadits Nabi saw. Ditemukan sekian banyak do’a, yang menagandung permohonan afiat, disamping permohonan memperoleh sehat.
Dalam kamus bahasa Arab, kata afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan itu tentunya tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi mereka yang mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya. Maka kata afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Kalau sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan, maka agaknya dapat dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat meliahat maupun membaca tanpa menggunakan kaca mata. Tapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena itulah fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.
  1. B.     Memahami Ayat-Ayat tentang Kesehatan
  2. QS. Al-Baqarah: 222
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
  1. Mufradat Ayat
–         أَذًى                   :  kotoran
–        فَاعْتَزِلُوا              :  maka hendaklah kamu menjauhkan diri
–         الْمُتَطَهِّرِينَ          :  orang-orang yang mensucikan diri
  1. Penjelasan  Ayat
Ada dua bacaan yang diperkenalkan ayat ini, (يطهرن) dan (يتطهرن)  yang pertama berarti suci, yakni berhenti haidnya; dan yang keduan berarti amat suci, yakni mandi setelah haidnya berhenti. Tentu saja yang kedua lebih ketat dari pada yang pertama, dan agaknya lebih baik dan memang lebih suci.
Bertaubat adalah menyucikan diri dari kotoran bathin, sedang menyucikan diri dari kotoran lahir adalah mandi atau berwudhu. Demikianlah penyucian jasmani dan rohani digabung oleh penutup ayat ini, sekaligus member isyarat bahwa hubungan seks baru dapat dibenarkan jika haid telah berhenti dan istri telah mandi.[1]
  1. QS. : Al-Muddatsir: 4-5
 وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5)
“Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.”
  1. Mufradat ayat:
    1.  وَالرُّجْزَ   : dan perbuatan dosa.
    2.  فَاهْجُرْ     : tinggalkanlah
  2. Penjelasan Ayat
Kata (ثياب) adala bentuk jama’ dari (ثوب)  yang berarti pakaian. Di samping makna tesebut ia gunakan juga sebagai majaz dengan makna-makna antara lain hati, jiwa, usaha, badan, budi pekerti keluarga dan istri.
Kata (طهّر) adalah beentuk perintah, dari kata (طهر)  yang berarti membersihkan dari kotoran. Kata ini juga dapat dipahami dalam arti majaz, yaitu menyucikan diri dari dosa dan pelanggaran.
Kata (الرُّجْزَ) (dengan dhammah pada ra’) atau (الّرِّجْزَ) (dengan kasrah pada ra’) keduanya merupakan cara yang benar untuk membaca ayat ini, dan sebagian ulama’ tidak membedakan arti yang dikandungnya. Ulama’ yang tidak membedakan kedua bentuk kata tersebut mengartikannya dengan dosa, sedangkan ulama’ yang membedakannya menyatakan bahwa ar-rujz berarti berhala. Pendapat ini dipelopori oleh Abu ‘Ubaidah.
Kata (فاهجر) fahjur, terambil dari kata (هجر) yang digunakan untuk menggambarkan “sikap meninggalkan sesuatu karena kebencian kepadanya”. Dari akar kata ini dibentuk kata-kata hijrah, karena Nabi dan sahabat-sahabatnya meninggalkan Mekkah atas dasar ketidaksenangan beliau terhadap perlakuan penduduknya.[2]
Sedangkan di dalam tafsir al-Azhar dijelaskan bahwa sesudah hati dibulatkan kepada Tuhan, hendaklah tilik diri sendiri, sudahkah bersih. Sebab itu, maka syarat kedua yang wajib dilengkapkan sesudah membesarkan dan mengagungkan Tuhan ialah; “Dan pakaian engkau, hendaklah engkau bersihkan” (ayat 4). Berbagai pula penafsiran ahli tafsir tentang maksud pembersihan pakaian ini. Tetapi di sini kita ambil saja penafsiran yang sederhana, yaitu sabda Rasulullah saw. sendiri:
اَلنَّظَا فَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ
Kebersihan itu adalah satu sudut dari iman” (HR. Imam Ahmad dan Turmudzi)
Beliau Rasulullah saw. akan berhadapan dengan orang banyak, dengan pemuka-pemuka dari kaumnya atau dengan siapa saja. Kebersihan adalah salah satu pokok yang penting bagi menarik perhatian orang. Kebersihan pakaian besar pengaruhnya kepada sikap hidup sendiri. Kebersihan menimbulkan sikap hidup sendiri. Kebersihan menimbulkan harga diri, yaitu hal yang amat penting dijaga oleh orang-orang yang hendak tegak menyampaikan dakwah ke tengah-tengah masyarakat.
Pakaian yang kotor menyebabkan jiwa sendiri pun turut kusut masai. Tiap-tiap manusia yang budiman akan merasakan sendiri betapa besar pengaruh pakaian yang bersih itu kepada hati sendiri dan kepada manusia yang di keliling kita,
Kemudian datanglah perintah agar memenuhi syarat yang ketiga; “Dan perbuatan dosa hendaklah engkau jauhi” (ayat lima).
Dalam ayat ini disebut ar-rujza, kita artikan dengan arti yang dipakai oleh Ibrahim an-Nakha’I dan ad-Dhahhak, yaitu hendaklah engkau jauhi dosa. Tetapi menurut riwayat Ali bin Abu Thalhah yang dia terima dari Ibnu Abbas; ar-rujza di sini artinya khusus, yaitu berhala.[3]
  1. QS. : Al-A’raf: 31
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
 
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
  1. Mufradat Ayat:
–         زِينَتَكُمْ          : pakaianmu, perhiasan
–         وَلَا تُسْرِفُوا    : dan janganlah kalian berlebih-lebihan
      
        2. Penjelasan Ayat:
Imam Bukhari mengatakan, Ibnu Abbas berkata bahwa makna yang dimaksud ialah “Makanlah sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi kau hindari dua pekerti, yaitu, berlebih-lebihan dan sombong”.
Kata وَلاَ تُسْرِفُوْاyakni janganlah kalian memakan yang diharamkan, karena memakan yang diharamkan merupakan perbuatan berlebih-lebihan.[4]
Sedangkan di dalam tafsir al-Misbah, disebutkan bahwa makna
 وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا
adalah dan makanlah makanan yang halal, enak, bermanfaat lagi bergizi, berdampak baik serta minumlah apa saja yang kamu sukai selama tidak memabukkan, tidak juga mengganggu kesehatan kamu dan janganlah kamu berlebih-lebihan dalam segala hal, baik dalam beribadah dengan menambah cara atau kadarnya demikian juga dalam makanan dan minuman apa saja, Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai. Yakni tidak melimpahkan rahmat dan ganjaran bagi orang-orang yang berlebih-lebihan dalam hal apapun.[5]
Islam, memperhatikan pula kualitas makanan. Tafrit (terlalu menghemat) dan terlalu rakus merupakan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam:
  1. Terlalu banyak makan akan menyebabkan usus tersiksa dan mengganggu pencernaan, membuat makanan menjadi masam, kadang-kadang menimbulkan luka, infeksi pada usus besar dan usus dua belas. Kadang usus menjadi lebih panjang karena menahan makanan, bahkan kelebihan makanan mampu menembus dinding usus dan melukainya sehingga membahayakan. Semua penyakit ini, terjadi karena terlalu kenyang.
  2. Makan terlalu kenyang akan mengganggu proses pencernaan, menjadikan proses pencernan menjadi begitu sulit. Karena itu Rasulullah menganjurkan agar mengatur jarak waktu makan dan tidak akan makan kecuali lapar.
  3. Rasulullah mensifatkan orang-orang yang berlebih-lebihan dalam makan sebgai orang yang rakus.
  4. Islam tidak menyukai orang yang gemar membusungkan perutnya dan buncit, sebab keduanya akan menghalangi seorang muslim untuk berjihad dan mematikan semangat kerja.
  5. Di antara gangguan kesehatan yang berbahaya, dan baru ditemukan dewasa ini adalah hubungan usus besar dengan alat-alat perasa (indra perasa) dalam tubuh, terutama hati. Hal ini yang disebut pengaruh usus besar terhadap hati. Kondisi usus besar yang penuh dengan makanan akan menimbulkan gas asam, akhirnya akan mengganggu hati, kadang-kadang menimbulkan kuguncangan hati, tekanan darah rendah atau sebaliknya tekanan darah tinggi (hipertensi) yang berakibat menimbulkan berbagai macam penyakit dalam.
  6. Perasaan sakit pada hati disebabkan karena usus besar dikacau-balaukan oleh makanan, dimana ia tidak mampu mencernanya dengan baik.
  7. Dalam kondisi sakit, terutama demam, maka perut besar memerlukan pelayanan sendiri.[6]
  1. QS. : Al-An’am: 145
 قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.” (QS. Al-An’am: 145)
Kata (رِجْسٌ) rijs/ kotor mengandung makna yang sangat luas, antara lain kotor lahir maupun bathin, dosa, pekerjaan yang tidak layak dilakukan dan mengarah pada risiko siksa. Syaikh taqi Falsafi dalam bukunya Child between Heredity ang Education, mengutip Alexis Carrel, pemenang hadiah Nobel Kedokteran dalam bukunya Man The Unknown, yang menyatakan bahwa pengaruh campuran (senyawa) kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui secara sempurna karena belum diadakan sendiri percobaan secara memadai. Namun, tidak dapat diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kualitas makanan dan kuantitasnya. Nah jika demikian, makanan dan minuman memiliki pengaruh yang besar bukan saja bagi jasmani manusia tetapi juga bagi perasaan dan jiwanya.
Melalui kata itu, ayat ini bermaksud menjelaskan salah satu hikmah pengharaman babi dan atau apa yang disebut di atas, yakni bahwa makanan tersebut berdampak buruk dalam jiwa dan prilaku manusia.
Yang juga menjadi bahasan ulama’ dalam konteks kata itu adalah apakah kata ia pada firman-Nya çm¯RÎ*sù  sesungguhnya ia rijs, menunjuk kepada semua makanan yang diharamkan itu atau hanya kepada babi. Kalau kepada babi, ini mengandung penekanan tersendiri terhadap keburukan babi. Memang, seperti komentar para penulis buku “al-Muntkhab fi at-Tafsir”, “Babi termasuk binatang pemakan segala (omnivora) atau pemakan organik yang sudah mati atau busuk (saprofit)”, termasuk kotoran manusia dan binatang. Itulah sebabnya mengapa babi mudah menjangkitkan penyakit kepada manusia.[7]
Ayat ini dipahami oleh Imam Malik sebagai membatasi yang haram dalam batas-batas yang disebut itu, apalagi masih ada ayat-ayat lain yang turun sesudah ayat ini yang juga memberi pembatasan serupa, seperti dalam surat Al-Baqarah: 173.
Imam Syafi’i-misalnya- berpegang kepada sekian banyak hadits Nabi yang dinilainya tidak bertentangan dengan kandungan-kandungan ayat tersebut. Karena walaupun redaksi ayat tersebut dalam bentuk hasr (pembatasan atau pengecualian), namun itu tidak dimaksud sebagai pengecualian hakiki.
Di sisi lain, penjelasan tentang haramnya babi seperti dikutip di atas adalah karena rijs (kotor).
Nah, atas dasar inilah dipertemukan hadits-hadits Nabi yang mengharamkan makanan-makanan tertentu dengan ayat-ayat yang menggunakan redaksi pembatasan di atas. Misalnya hadits yang mengharamkan semua binatang yang bertaring (buas), burung yang memliki cakar (buas), binatang yang hidup di darat dan di air, dan sebagainya.[8]
C.    Memahami Hadits-Hadits Nabi tentang Kesehatan
  1. Dalam Kitab Lu’Lu’ wal Marjan
–    حديث أبى هريرةَ، عن النبى صلى الله عليه و سلم قال: اَلْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٍ مِنَ الْفِطْرَةِ: الْخِتَانُ، وَالْإسْتِحْدَادُ، وَ نَتْفُ الْإبْطِ، وَتَقْلِيْمُ الْأَظْفَارِ، وَقَصُّ الشَّارِبِ.
Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi saw. Bersabda: Tuntunan fitrah itu ada lima (atau: lima dari tuntunan fitrah) yaitu: khitan, mencukur bulu di sekitar kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong (menggunting) kumis”. (HR. Bukhari Muslim)[9]
Islam adalah perintis pertama yang berbicara tentang bakteri dan kotoran yang dimasukkan dalam istilah “khabats atau “khataya” atau “syaithan”. Sebagai contoh adalah sabda Rasulullah saw.:
قَلِّمْ أَظَافِرَكَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَقْعُدُ عَلَى مَا طَالَ تَحْتَهَا
potonglah kukumu, sesungguhnya syetan duduk (bersembunyi) di bawah kukumu yang panjang” .
Hadits diatas dengan jelas menunjukkan adanya bakteri yang tersembunyi di bawah kuku-kuku, seperti bakteri thypoeid, desentri atau telur cacing.[10]
Banyak bakteri yang hidup di bawah kuku yang panjang  dan kotor. Kondisi semacam ini dapat menularkan penyakit, yakni ketika kita setelah berak tidak mencuci tangan dengan bersih hingga bakteri yang ada pada tangan berpindah ke makanan. Di antara penyakit yang dipindahkan adalah semua penyakit yang dibawa lalat terutama typhoeid, solamania, desentri, keracunan makanan, dan telur cacing terutama cacing aksoris dan ascaris (cacing gelang, yaitu cacing yang hidup di dalam usus halus manusia) dan cacing pita dengan segala macamnya.
Inilah sebagian penyakit yang dipindahkan oleh serangga, yang dapat berpindah hanya dengan menyentuh.[11]
–    حديث أبى هريرةَ رضى الله عنه، أَنَّ النّبِىَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ: لَوْلَ أَنْ أَسُقَّ عَلَى أُمَّتٍى _اَوْ عَلَى النَّاسِ_ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ.
Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. Bersabda: Andaikan aku tidak memberatkan pada umatku (atau pada orang-orang) pasti aku perintahkan (wajibkan) atas mereka bersiwak (gosok gigi) tiap akan sembahyang. ” (HR. Bukhari Musllim)[12]
Pejelasan:
Syara’ melarang seseorang melakukan shalat sedang pada mulutnya masih terdapat sisa-sisa makanan, melainkan terlebih dahulu dibersihkan dan berkumur tiga kali. Gigi-gigi dibersihkan dan sisa-sisa makanan yang ada dikeluarkan, karena sisa-sisa makanan yang tertinggal dalam mulut akan membusuk, dan apabila masuk di antara gigi-gigi akan menimbulkan infeksi yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan gigi, oleh karena itu dilarang menelannya. Apabila ditinggalkan begitu saja, akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan juga mengganggu kesehatan gigi. Itulah hikmah Rasulillah mendorong kita untuk menggunakan siwak (sikat gigi). Rasulullah bersabda:
اَلسِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
siwak adalah membersihkan mulut dan mendapat keridhoan Tuhan[13]
–    حَدِيْثُ أُسَامَةَ بْنُ زَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “اَلطَّاعُوْنَ رِجْسٌ، أُرْسِلَ عَلَى طَائِفَةٍ مِنْ بَنِى إِسْرَائِيْلَ، أَوْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوْا عَلَيْهِ. وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوْا فِرَارًا مِنْهُ. (وَ فِى رِوَايَةٍ) لَا يُخْرِجُكُمْ إِلَّا فِرَارًا مِنْهُ”
Artinya:
1433. Usamah bin Zaid r.a. berkata: “Rasulullah saw. Bersabda: “Tha’un (wabah cacar) itu suatu siksa yang diturunkan Allah kepada sebagian Bani Isra’il atau atas umat yang sebelummu. Maka bila kamu mendengar bahwa pentakit itu berjangkit di suatu tempat, janganlah kalian masuk ke tempat itu, dan jika di daerah di mana kamu telah ada di sana maka janganlah kamu keluar dari daerah itu karena melarikan diri dari padanya”. ”.[14]
Penjelasan:
Islam meletakkan suatu kaidah kesehatan yang sangat penting untuk mengantisipasi penyakit menular, seperti kolera, tha’un, dan sopak.
Kaidah-kaidah ini tidak berbeda dengan nilai-nilai sains modern dewasa ini. Apabila kita mengetahui perkembangan kesehatan, maka kita akan mengetahui jika terjadi wabah kolera, atau sopak di suatu kota, maka buatlah pengaman di sekitarnya. Kemudian dengan alasan apapun, tak seorang pun didizinkan memasukinya, kecuali para petugas kesehatan atau orang yang mempunyai kepentingan di dalamnya, itu pun mesti di bawah pengawasan Departemen Kesehatan.
Suatu ketika Umar bin Khattab hendak mengunjungi Syam bersama para sahabat. Maka Abu Ubaidah, Gubernur Syam pada waktu itu, keluar untuk menjemputnya di jalan dan menyampaikan kepadanya bahwa di negeri ini sedang berjangkit wabah penyakit tha’un, maka Umar pun bermusyawarah dengan para sahabat yang mengikutinya. Di antara mereka ada yang mengusulkan agar tetap ke Syam dan tidak membatalkan atau tidak lari dari qadar Allah. Sebagian yang lain mengusulkan agar kembali dan tidak menghadapkan kaum muslimin dan para sahabat itu ke dalam lingkungan yang terjangkit wabah tha’un itu. Mereka berpendapat bahwa lari dari qadar Allah kepada qadar Allah.
Akhirnya datang seorang sahabat menyampaikan sebuah hadits yang didengar dari Rasulullah saw. Maka mereka kembali ke Madinah, sedangkan penduduk Syam diperintahkan agar tidak meninggalkan daerahnya sehingga wabah itu benar-benar hilang.[15]
  1. Dalam Kitab Shahih Muslim
–    كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَ كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ
“Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua yang memabukkan adalah khamr.” (HR. Muslim melalui Ibnu Umar)
Di sisi lain Imam At-Tirmidzi, AN-Nasa’I, dan Abu Dawud meriwatkan melalui sahabat Jabir bin Abdillah bahwa Nabi saw. bersabda:
ماَ اَسْكَرَ كَثِيْرُهُ فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ
sesuatu yang memabukkan bila banyak, maka sedikit pun tetap haram”. (HR. Imam At-Tirmidzi, AN-Nasa’I, dan Abu Dawud)
Dari pengertian kata khamr dan esensinya seperti yang dikemukakan di atas, maka segala macam makanan dan minuman yang terolah atau tidak, selama mengganggu pikiran maka dia adalah haram.[16]
Rasulullah saw. bersabda:
إِضْرِبْ بِهذَا الْحَائِطِ فَإِنَّ هَذَا شَرَابٌ مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِاللهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْأخِرِ.
“Pukulah dia dengan pagar ini sebab minuman ini minuman orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir.”
Minuman keras dapat membangkitkan kangker tenggorokan, di samping menyebabkan pendarahan di tenggorokan, pembengkakan pembulu darah di pangkal tenggorokan, radang pangkreas, dan lain-lainya, ada kalanya dapat menyebabkan kematian.
Khamr mempunyai arti setiap minuman yang dihasilkan dari perasan anggur, namun berarti pula setiap yang memabukkan disebut khamr, karena dapat menutupi dan merusak akal. Rasulullah mendera peminum khamr sebanyak 40 kali deraan. Umar bin Khattab mencambuknya dengan 80 kali cambukan, menurut hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram”.
  1. D.    Pokok-Pokok Kandungan Ayat dan Hadits
Islam adalah satu-satunya agama yang datang laksana undang-undang dasar, atau protokol-protokol yang mengatur kedokteran, pengobatan, dan kesehatan masyarakat. Dialah yang pada saat ini disebut dengan “at-Tibbul Wiqa’i”.
Dalam tinjauan ilmu kesehatan, kesehatan manusia itu dibagi menjadi tiga, yaitu:
  1. Kesehatan fisik
  2. Kesehatan mental
  3. Kesehatan masyarakat
Pokok-pokok yang terkandung dalam syari’at Islam tentang kesehatan adalah sebagai berikut:
  1. Sanitation and personal hygiene (kesehatan lingkungan dan kesehatan), yang meliputi kesehatan badan, tangan, gigi, kuku, dan rambut. Demikian juga kebersihan lingkungan, jalan, rumah, tata kota, saluran irigasi, sumur dll.
  2. Epidemiologi (prteventif penyakit menular) melalui karantina, preventif kesehatan, tidak memasuki suatu daerah yang terjangkit wabah penyakit, tidak lari dari tempat itu, mencuci tangan sebelum menjenguk orang sakit dan sesudahnya, berobat ke dokter dan mengikuti semua petunjuk preventif dan terapinya.
  3. Memerangi binatang melata, serangga dan hewan yang menularkan penyakit kepada orang lain. Oleh karena itu diperintahkan agar membunuh tikus, kala jengking dan musang serta membunuh serangga yang berbahaya seperti kutu, lalat dan diperintahkan untuk membunuh anjing liar dan anjing gila.
  4. Nutrition (kesehatan makanan)
Masalah kesehatan makanan ini terbagi ke dalam tiga bagian yaitu:
  1. Menu makanan yang berfaedah terhadap kesehatan jasmani, seperti tumbuh-tumbuhan, daging binatang darat, daging binatang laut, segala sesuatu yang dihasilkan dari daging, madu, kurma, susu, dan semua yang baergizi.
  2. Tata makanan. Islam melarang berlebih-lebihan dalam hal makanan, makan bukan karena lapar hingga kekenyangan, diet ketika sedang sakit, memerintahkan puasa agar usus dan perut besarnya dapat beristirahat dan tidak berbuka puasa dengan berlebih-lebihan dan melampaui batas.
  3. Mengharamkan segala sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan, seperti bangkai, darah, dan daging babi.
  1. Sex Hygiene (kesehatan seks)
Yakni meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seks, kebersihan seks seperti mandi setelah bersetubuh, istinja’setelah kencing dan berak.
  1. Mental and Psychic Hygiene (kesehatan mental dan jasmani)
Yakni ajaran-ajaran untuk mencegah terjadinya stress, oleh karena itu Islam melarang semua benda yang dapat menghilangkan kesadaran dan melemahkan daya pikir, seperti khamr.
  1. E.     Korelasi antara Ayat dan Hadits tentang Kesehatan
Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan bagi umat manusia. Diantara kelima unsur tersebut yang berkaitan dengan kesehatan adalah jiwa, akal dan jasmani.
Islam bertujuan memelihara jiwa, akal dan jasmani umat manusia. Anggota badan manusia pada hakekatnya adalah milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, bukan untuk disalah gunakan.
Dari beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi di atas, dapat tarik sebuah korelasi (hubungan) bahwa Islam sangat menekankan tentang kebersihan, baik kebersihan jasmani maupun rohani. Di satu sisi Allah memerintahkan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan fisik, di sisi yang lain Allah juga memerintahkan untuk menjaga kesehatan mental dan jiwa (rohani).
Dalam hal kesehatan jasmani, Islam memerintahkan untuk menjaga kebersihan pakaian (QS. Al-Muddatsir: 4-5) dan perintah untuk membersihkan badan (hadits tentang lima hal dari fitrah)
Sedangkan dalam hal kesehatan rohani, Islam memerintahkan untuk meninggalkan segala sesuatu yang dapat merusak akal, seperti khamr dan segala sesuatu yang dapat menghilangkan akal.

[1] M. Quraish Shihab,  Tafsir Al-Misabah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 448.
[2]Ibid., Hal. 556-557.
[3] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 29, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1982), 202-203
[4] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: PT Sinar Baru Algresindo, 2002), 290-291
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misabah, 75
[6] Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 61-64.
[7] M. Quraish Shihab,  Tafsir Al-Misabah , 707-708
[8] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: MIZAN, 1998), 142-143.
[9] M. Fu’ad ‘Abdul Baqi, al-Lu’lu’ wal Marjan, penerjemah H. Salim Bahreisy, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2002), 96
[10] Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan,11.
[11] Ibid., Hal. 35.
[12] M. Fu’ad ‘Abdul Baqi, al-Lu’lu’ wal Marjan, 95.
[13] Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),20-21.
[14] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Al-Lu’lui wal Marjan, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006), 853-854
[15] Ahmad Syauqi Al-Fanjari, Nilai Kesehatan, 40-41.            
[16] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, 147-148.

Selasa, 03 Januari 2017

AL-QUR'AN DAN PENDIDIKAN



AL-QUR’AN DAN PENDIDIKAN
REVISI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Quran
Dosen Pengampu Afga Sidiq Rifai,M.Pd.i




BAB I

PENDAHULUAN


     Sebenarnya kandungan yang terdapat pada Al-qur’an merupakan bagian dari pendidikan itu sendiri. AlQur’an diturunkan ke bumi melalui nabi Muhammad SAW untuk dijadikan petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia. Allah juga menurunkan Al Qur’an untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan dan kebodohan menuju cahaya Islam. Al-Quran mengajarkan banyak hal kepada manusia dari persoalan keyakinan,moral,prinsip-prinsip ibadah dan muamalah sampai kepada asas-asas ilmu pengetahuan. Diantara fungsi Al-Quran antara lain sebagai petunjuk (Al Huda) bagi manusia, pemisah(Al Furqon) antara yang hak dan yang batil, yang benar dan yang salah, obat (AsSyifa’) bagi penyakit hati manusia, dan nasehat dan petuah (Al Mau’idzoh) bagi manusia. Namun, kandungan dalam Al Qur’an ini tidak akan memberikan pengaruh bagi manusia jika tidak dipelajari dan dipahami.
             Al Qur’an tidak mengalami perubahan sedikitpun sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad sampai saat ini, bahkan sampai akhir zaman sekalipun. Allah telah menjamin penjagaan keaslian, kemurnian, dan keakuratan Al Qur’an hingga hari akhir nanti,(Dr. Moh., Roqib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat Hal:773)
  “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar- benar memeliharanya.” (Q.S. Al Hijr :19)

Keistimewaan lain dari Al Qur’an adalah bisa memberikan syafa’at bagi orang yang membaca,mengkaji,dan menghafalkannya pada hari kiamat kelak,Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah yang artinya:
“Bacalah Al Qur’an karena ia adalah pemberi syafa’at bagi para pembacanya di hari
kiamat! Bacalah Zahrawin (yaitu) surat Al Baqarah dan Ali Imran karena keduanya akan datang pada hari Kiamat seperti awan atau seperti sekelompok burung yang berbondong-bondong melindungi para pembacanya”

1.      Bagaimana konsep  pendidikan menurut ALQuran?
2.      Apa implikasi atau hubungan antara Al quran dan Pendidikan?
3.      Apa tujuan pendidikan menurut Al quran?
4.      Apa saja nilai normatif dalam Al quran?
5.      Bagaimana relevansi antara Al quran dan pendidikan pada masa kini?
6.      Apa objek pendidikan dalam Al quran?




















BAB II

PEMBAHASAN

A.    Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Pengembangannya

Al-Qur’an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.
Dalam al-Qur’an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur’an dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat.Untuk mengkaji aspek pendidikan dalam al-Qur’an maka makalah ini sengaja dibuat, dalam makalah ini penulis hanya memaparkan tentang pengertian pendidikan, istilah-istilah pendidikan dalam al-Qur’an, hakikat dan prinsip dasar, serta analisis problem di dunia pendidikan Islam terutama di Indonesia, bagaimana konsep ideal pendidikan Islam? dan bagaimana realitas pendidikan Islam di Indonesia?




Istilah pendidikan bisa ditemukan dalam al-Qur’an dengan istilah ‘at-Tarbiyah’, ‘at-Ta’lim’, dan ‘at-Tadhib’, tetapi lebih banyak kita temukan dengan ungkapan kata ‘rabbi’, kata at-Tarbiyah adalah bentuk masdar dari fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada dengan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebaiknya dalam hadis digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang banyak.
Hakekat/nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Nilai bersifat praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif didalam masyrakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu yang bersifat khayal.Dari beberapa pengertian diatas bisa diambil  kesimpulan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah  proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam pada peserta didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Sehingga dapat dijabarkan pada enam pokok pikiran hakekat pendidikan Islam yaitu;
1)       Proses tranformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Isla harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan Istiqomah, penanaman nilai/ilmu, pengarahan, pengajaran dan pembimbingan kepada anak didik dilakukan secara terencana, sistematis dan terstuktur dengan menggunakan pola, pendekatan dan metode/sistem tertentu.
2)       Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam, dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan pola hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum minannas) dan hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
3)       Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah yang sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah yang harus dikembangkan. b) Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang tumbuh sesuai dengan kebutuhan manusia.
4)       Pada diri peserta didik, maksudnya pendidikan ini diberikian kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi rohani. Potensi ini memmungkinkan manusia untuk dididik dan selanjutnya juga bisa mendidik.
5)      Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
6)      Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan hidup, dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu mengoptimalkan potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, dunia dan akherat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan peserta didik bahagia dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.
Prinsip diatas adalah pikiran idealitas pendidikan Islam terutama di Indonesia, tetapi dalam mewujudkan cita-cita tersebut banyak sekali permasalahan  yang telah menghambat pencapaian cita-cita tersebut malah terkadang membelokkan tujuan utama dari pendidikan Islam. Problem pendidikan Islam harus menjadi tanggung jawab bersama baik dari pendidik, pemerintah, orang tua didik dan anak didik itu sendiri, jadi kesadaran dari semua pihak  sangat  di harapkan.
B.            Implikasi atau Hubungan antara Al quran dan Pendidikan
Sebagai sumber pedoman bagi umat islam,Al quran mengandung dan membawakan nilai nilai yang membudayakan manusia,hampir  dua pertiga ayat ayat  alquran mengandung motivasi kependidikan bagi umat manusia.
            Bila kita mengamati secara mendalam tentang bagi mana tuhan mendidik alam iini,akan tampak oleh kita bahwa allah sebagai yang maha pendidilk (murabby al-a’dam)dengan kodrat dan irodat-Nya telah mempolakan suatu supra system apapun.sebagai maha pendidik menghadapi segala sesuatu Yang menyangkut kehidupan dialam ini berjalan dalam suatu system,suatu proses kehidupan yang terjadi secara alami.Hal demikilan menjadi contoh bagi makhlukNya yang berusaha mengaembangkan kehidupan secara manusiawi dan alami sesuai dengan garis (khittah)yang telah diletakkan allah.
            Sebagai missal mengapa allah yang maha kuasa itu secara langsung menjadikan makhluknya baik atau jahat,pandai atau bodoh ,bahagia atau celaka ,sehat atau sakit (jasmaniah/rohaniah),tumbuh dan berkembang/lemah dan punah sama sekali.melainkan allah menjadikannya melalui system berbagai macam proses yang pada dasarnya terletak pada suatu mekanisme sebab dan akibat. Seperti berbuat abaik mengakibatkan tuhan memberikan pahala.Karena berbuat jahat,tuhan membalas dengan seksama.Karena beriman dan beramaal sholeh tuhan memberikan pahala yang tidak putus putusnya dank arena bersyukkur terhadap nikmat allah maka allah akan menamabah sikapnya
            Disamping Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas segala-galanya Allah juga berperan sebagai Maha pendidik terhadap hamba2nya.Dia adalah pendidik atas sekalian alam.Para malaikat,rasul ,nabi nabi, serta para wali wali  serta sampai kepada ulama ulama  yang bertugas sebagai penyambung kalam Ilahi .dan sekaligus sebagai  pembantu Allah dalam berproses mendidik manusia agar menjadi hamba yang beriman,bertakwa, dan taat pada perintah Nya.
            Mengapa Allah perlu menciptakan planet planet  dalam suatu sistem atas tata surya yang berjalan diatas khittah yang teratur  dan  konstan dalam pola keseimbangan dan keserasian.mengapa Allah menciptakan wadah dunia  sebagai suatu  sistem  instistusi dimana para umat manusia dididik untuk mampu mengembangkan dirinya serta mampu berinterakasi dengan dunia sekitarnya bahkan  bersahabat dengan dunia sekitar itu.
            Itu semua membuktikan betapa Tuhan  ingin menunjukkan segala sesuatu yang hidup di alam ini tidak terjadi secara langsung, akan tetapi harus melalui proses dalam suatu sistem yang bekerja secara mekanis yang dapat dicontoh dan di tiru oleh hambanya , khususnya manusia didunia ini.biala manusia mengikuti dan berjalan menurut  sistem tersebut maka segala ikhtiar manusia akan berakhir pada tujuan yang dicita citakan hal ini sesuai dengan apa yang difirmankan Allah SWT yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya didalam kejadian langit dan bumi terdapaat tanda tanda (kebesaran allah)bagi orang2 yang berakal” QS.Ali-Imron:190.
Tujuan pendidikan menurut Al-Qur’an adalah sebagai berikut;
a.     Mendorong timbulnya kesadaran umat manusia agar mau melakukan      kegiatan belajar mengajar
Perintah membaca sebagaimana terdapat pada surah al-alaq ayat 1-5 sungguh mengejutkan untuk masyarakat arab saat itu,karena membaca belum menjadi budaya mereka.budaya mereka ialah menghafal,yakni menghafal syair.Membaca dalam ayat tersebut berarti menghimpun atau mengumpulkan informasi dengan melihat huruf,kata-kata dan kalimat dalam sebuah buku atau  referensi lainnya.
b.    Melaksanakan kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat

           Hal ini sejalan dengan hadist nabi yang berbunyi :                        
       “Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat”(HR.Bukhori&Muslim).
Hadis itu mrngandung konsep belajar saeumur hidup tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja.Hal ini sejalan pula dengan konsep pendidikan Integrated,yakni belajr mengajar yang menyatu dengan kegiatan masyarakat
c.     Mengeluarkan manusia dari kehidupan kegelapan pada kehhidupan yang terang benderang
           Dikalangan para ulama terdapat pemikiran yang mengibaratkan ilmu seperti cahaya,dan dengan cahaya ini kehidupan jadi bermakna,bekualitas,dan memperoleh kemudahan.Sumber ilmu pppengetahuan (cahaya)dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan,yaitu al-qur’an yang banyak dikaji isi dan kandungannya oleh par ulama.
d.   Memberantas kejahiliyahan
           Sikap jahiliyah juga dapat dilihat dari pola pikir mereka yang menganggap benda-benda keduniaan yang tidak kekal sebagai sesuatu yang dipuja-puja dan diagungkan.Dengan demikian makna jahiliyah bukan berarti bodoh dalam arti idiot melainkan bodoh dalam arti memilih pola pikir  yang keliru.
e.    Mengangkat harkat dan martabat  manusia sebagai makhluk paling sempurna di muka bumi
           Dalam Qs.Al-isra:70 dikatakan bahwa manusia diciptakan dalam struktur fisik dan psikis yang lengkap dan sempura.Dengan kelengkapan jasmani dan rohani inilah manusia dapat mengerjakan tugas-tugas yang berat,menciptakan kebudayaan dan peradaban,menguasai daratan,lautan,dan udara dengan m                                                                                                                     menciptakan kendaraan roda empat dikembangkan melalui pendidikan.
D.      Nilai Normatif Pendidikan Dalam Al-Quran
            Al-qu’an memuat nilai normatis yang menjadi acuan dalam pendidikan islam.Nilai tersebut terdiri atas tiga pilar utama yaitu:
1.         I’tiqodiyyah,yang berkaitan dengan pendidikan keimanan,seperti percaya kepada Allah,malaikat,rasul,kitab,hari akhir dan takdir,yang bertujuan untuk menata kepercayaan.
2.         Khuluqiyyah,yang berkaitan dengan pendidikan etika ,yang bertujuan untuk membersihkan diri dari perilaku rendah atau perilaku yang buruk dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji.
3.         Amaliyyah,yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari hari,baik yang berhubungan dengan :
a.    pendidikan ibadah,yang memuat hubungan antara manusia dengan Tuhannya,seperti sholat,puasa,zakat,haji,dan nazar,yang betujuan untuk aktualisasi nilai nilai ubudiyyah.
b.    pendidikan muamalah,yang memuat hubungan  antar manusia,baik secara individual maupun institusional.

Pada masa sekarang  ini era globalisasi telah memasuki kehidupan manusia.orang orang pada sibuk oleh urusan mereka masing masing. Mulai dari urusan pekerjaan,keluarga,dan lainnya. Pendidikan anak juga harus diperhatikan dengan serius, tapi, banyak sekali orang tua zaman sekarang jarang yang memperhatikan pendidikan anak mereka karna kesibukan mereka. Dalam Alquran Surat Luqman ayat 13-19 terdapat nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya,terdapat ajaran ajaran tentang pendidikan dan dapat diterapkan dalam keluarga untuk pendidikan bagi anak anak mereka.
Objek dari pendidikan itu sendiri adalah peserta didik yang menjadi sasaran para pendidik dalam rangka untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan juga di akhirat dan untuk menyeimbangkan antara materi dan religious spiritual. Pembahasan objek pendidikan berdasarkan Alquran yaitu seperti dalam Quran Surat At-Tahrim ayat 6 :
يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْ قُوْا اَنْفُسِكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَقُوْدُهَاالنَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّايَعْصُوْنَ اللَّهَ مَا اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
  Dalam ayat diatas dijelaskan yang merupakan objek pendidikan dalam keluarga yaitu:
a.       اَنْفُسَكُمْ  : Dirimu sendiri
b.      وَاَهْلِيْكُمْ : Keluargamu yaitu : istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki laki
Dalam ayat ini dijelaskan etika pembelajaran dalam keluarga agar terselamatkan dari api neraka,dan hendaknya di mulai dari diri sendiri terlebih dahulu. Artinya setiap orang tua harus bisa memberi memberikan contoh dan juga teladan yang baik bagi anak anaknya. Karena anak anak selalu menirukan apa yang dilakukuan oleh orangtuanya.













BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pendidikan dalam Al quran di sebut juga dengan istilah At Tarbiyah,At Ta’lim,dan At Ta’dib.pengertian pendidikan islam adalah proses transformasi ilmu pengetahuan dan nilai nilai islam pada peserta didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek.
Hampir dua per tiga ayat dalam Al quran mengandung motivasi pendidikan bagi umat manusia.dengan pendidikanlah maka kita dapat keluar dari kehidupan yang gelap/kebodohan dan keluar dari masa jahiliyah  dan dapat mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna di muka bumi ini.


           








DAFTAR PUSTAKA
DR.Zakiah Daradjat ,dkk.2014.ILMU PENDIDIKAN ISLAM
Dr.Abdul Mujib,M.Ag,Dr.Jusuf Mudzakkir,M.Si.2008.ILMU PENDIDIKAN ISLAM



 

 








Disusun Oleh :
                                  Nur Ismailah                              : 16.0401.0058
                                  Itsna Quratul A’yun                   : 16.0401.0059
                                  Miftachul Jannah                       : 16.0401.0060
                                  Dina Suci Wahyuningtyas         : 16.0401.0061
                                  Rahma nur putri                        : 16.0401.0068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2016

KHUTBAH JUM'AT TENTANG MENSUKURI NIKMAT ALLAH

NAMA : MIFTACHUL JANNAH NPM    : 16.0401.0060 PRODI : PAI MATA KULIAH : AIK Khutbah Jum’at Pertama السلام عليكم ورحمة الله وبرك...